Mega Proyek DPR Perlu atau Tidak ? - PERS ISBA YOGYAKARTA

Breaking

PERS ISBA YOGYAKARTA

Lembaga Pers Pelajar & Mahasiswa Bangka

Blogroll

- Ads Banner here -

Senin, 30 November 2015

Mega Proyek DPR Perlu atau Tidak ?

Mega Proyek DPR Perlu atau Tidak ?

oleh :M. Ramadhani
Ketua Umum ISBA Yogyakarta
M. Rahmadhani
M. Rahmadhani
Proyek DPR yang dirancang dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) senilai Rp740 miliar perlu dikaji ulang oleh eksekutif, dimana legislatif dan eksekutif menjalankan check and balanceyang sebaik mungkin. Jumlah proyek sedemikian jumbo membuat publik berkomentar. Komentar masyarakat tentunya bukan karena tidak memiliki dasar dan alasan. Dapat kita nilai seperti keinerja DPR yang kurang maksimal, di tengah-tengah keadaan ekonomi nasional saat ini, keadaan social bagian dari wilayah Indonesia yang terkena musibah asap yang lebih membutuhkan bantuan. Sebelumnya juga anggota DPR menambah uang tunjangan kepada setiap Dewan Anggota DPR. Baru beberapa bulan berjalannya kinerja dan roda DPR sudah banyak anggaran yang terpakai, belumnya perjalanan dinas keluar negeri oleh Ketua DPR di bulan sebelumnya untuk menghadiri Kampanye Donal trump sebagai kandidat Presiden Amerika Serikat. Semua itu membuat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah menurun.
Pada tahun 2005 rombongan DPR dari tim badan Urusan Rumah Tangga melaksanakan studi Banding ke luar negeri. Kesimpulannya, DPR di negara-negara itu bekerja lebih baik karena fasilitas lengkap dan staf ahli. Pada tahun 2011 sempat muncul perancangan anggaran untuk pembagunan gedung baru tapi Ketua DPR Marzuki Alie membatalkan rencana pembangunan gedung baru DPR tersebut, karena ditolak oleh masyarakat. Pertengahan Novemver 2014 tadi isu itu muncul kembali dalam usulan gedung baru DPR, ketua DPR Setya Novanto mengungkapkan rencana pembungunan itu.
Belum lama ini Rp740 miliar lolos masuk dalam RAPBN setelah melalui sidang paripurna yang a lot. Artinya, gedung DPR yang ingin dibangun tinggal didesain. Namun, komentar publik terus bermunculan, karena tidak disangka-sangka dan diterima begitu saja. Bahkan sebelumnya, Presiden Jokowi Widodo menyatakan telah menolak rencana proyek itu dengan tidak meneken prasasti pembangunan pada 16 Agustus lalu. Keanehan tersebut dapat dibuktikan setelah itu, tiba-tiba mega proyek tersebut disahkan, sehingga penganggarannya terkesan aneh atau ajaib belum ada perencanaan, selalu tertutup, lalu ujung-ujungnya anggarannya disahkan. Hal ini membuat para pengamat dan publik terheran-heran. Ada indikasi bahwa penganggaran itu disahkan, lantas pemerintah takut rancangan anngaran ditolak oleh badan legislatif. Artinya, ada kesepakatan transaksional antara Eksekutif dan Legislatif yang kemudian disebut kongkalikong untuk memuluskan masing-masing proyek yang ingin diusulkan.
Seharusnya Presiden Jokowi komitmen dan konsisten dengan statemen awal untuk menolak mega proyek tersbut, karena itu demi mempertahankan intergritas eksekutif sehingga tidak terjadinya Legislative Heavy, semacam dominasi antar lembaga dimana saling mengancam.
Dewan Perwakilan Rakyat Priode 2014-2019 dianggap terlalu boros, contohnya permintaan DPR yang sudah disetujui, yakni kenaikan tunjangan anggota. Padahal gaji para legislator kita menuai kritik. Gaji anggota Parlementer kita itu terbesar keempat didunia dibandingkan parlemen negara lain. Tercatat gaji para anggota DPR di Indonesia per tahun Rp 800 juta atau US$ 65 ribu. Angka ini 18 kali lipat pendapatan per kapita penduduk Indonesia, yaitu US$ 3.582. dibandingkan dengan Amerika Serikat, gaji para anggota parlemennya hanya 3,5 kali lipat dari pendapatan per kapita penduduk, adapun di negara tetangga kita Malaysia sekitar US$ 25 ribu, artinya hanya beberapa kali lipat lagi. Perbandingan ini tentunya perlu kita kaji, kita pasti mendukung hal itu andaikan kinerja para anggota DPR sudah maksimal dan negara kita sudah sejahtera.
Pemerintah harus kembali pada Pasal 23 Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang Keungan Negara. Dua aturan tersebut, mensyaratkan penyusunan serta pembahasan rancangan anngaran yang demokratis, transparan, dan dapat dipertanggungjawabkan. Pemerintah harus demokratis dan transparansi dalam urusan keunagan supaya tidak ada indikasi korupsi dalam benak publik, seperti apa yang terjadi pada anggota dewan sebelumnya, mega proyek sebelum-sebelumnya penuh dengan indikasi korupsi berdasarkan pengakuan mantan bendahara umum partai Demokrat Muhammad Nazaruddin, milirian rupiah diglontorkan ke pemimpin dewan dan sejumlah anggota dewan demi mengoalkan proyek tersebut. Pemerintah dituntut untuk mempertanggung jawabkan anggaran tersebut agar sesuai ketentuan-ketentuannya.Merujuk pada UUD yang ada apakah sudah pantaskan cara pemerintah untuk mengesahkannya, karena segala cara yang telah dipakai tidak sesuai dengan amanah UUD yang tertera diatas. Kita perlu mengkritisi hal ini karena demi kepentingan bersama.
Ucapan profetik ini juga berlaku bagi Indonesia saat ini. Salah urus dan kepicikan serta ketamakan para pemimpin selama ini merupakan suatu pemborosan dari koleksi kekayaan alam yang melimpah ruah yang pernah ada di setumpuk geografi. Indonesia kini menghadapi a now or never situation in surviving as quality nation. Di negara Demokratis, rakyat perlu well informed tentang segala permasalahan yang ada perlu diberitahukan, bahkan tentang semua factor yang menganggu kesatabilan kesejahteraan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Jangan ada yang di rahasiakan dengan alsan “security” atau kecerdasam rakyat pada umumnya belum sampai sampai kesitu. Barangkali memang benar kalau kecerdasan rakyat masih relative rendah. Namun, hal ini tidak pantas dieskploitasi demi kepentingan politis sesaat dari tokoh-tokoh yang sedang berkuasa. Kenyataan pahit itu justru memicu kita untuk membuat rakyat berpikir predikftif. Berpikir prediktif memang sejalan dengan diktum “gouverner c’est prevoir-to govern is to foresee”. Disuatu negara demokratis rakyat adalah pemegang kedaulatan tertinggi. Ketika demokratis ini terpaksa dibuat langsung, yang diserahkan oleh rakyat kepada wakilnya adalah otoritas mengambil keputusan atas namanya, bukan tanggung jawabnya selaku pemegang daulat rakyat. Kita, rakyat, tetap merupakan unsur dari pemerintah, berhak penuh untuk menegur dan mengoreksi kebijakan-kebijakan cabinet dan lain-lainnya.
Kembali pada pokok permasalah yang terjadi pada istana DPR seharusnya para anggota dewan sadar akan hal itu, dan juga seharunya dewan malu telah mempertotonkan hasrat besar memiliki gedung baru tanpa analisis dan alasan yang kuat, lantas karena melihat gedung para Anggota Dewan di negara-negara maju. Apakah gedung DPR selama ini kurang memfasilitasi atau memuaskan, tapi kinerja DPR sebelumnya masih tetap berjalan kalau memang menganggu kinerja DPR, penambahan ruang bagi DPR seperti pengadaan Alun-alun Demokrasi dan Gedung Anggota Dewan memang perlu diadakan dan dianggarkan tetapi harus pada situasi yang tepat sesuai dengan situasi nasional seperti keadaan social dan ekonomi.Ditambah lagi ditengah buruknya fungsi legislasi selama setahun terakhir yang hanya menyelesaikan selusin rancangan undang-undang. Ditambah lagi menonjolnya perkelahian antar anggota DPR/MPR yang seharusnya memikirkan nasib rakyat dan bangsanya dalam priode-priode ini. Semua itu perlu ditinjau kembali danperlu diingat bahwa pemerintah yang sehat adalah yang mampu melihat jauh kedepan, bisa mengatakan kepada rakyat apa-apa yang rakyat perlukan sebelum rakyat itu sendiri menyadarinya.(**).
Artikel dimuat di media "rakyatpos" tanggal 6 November 2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar