Pemilu legislatif 2014 9 april telah berlalu, sedikitnya sekitar 180 juta rakyat indonesia yang terdaftar sebagai pemilih telah menggunakan hak pilihnya, meskipun pemilu legislatif telah usai, namum perbincangan terkait dengan pesta demokrasi masih menjadi topik hangat di semua kalangan masyarakat, hal semacam ini menjadi layak untuk di perbicangkan karena menyangkut masa depan bangsa untuk lima tahun kedepannya.
Pesta demokrasi yang menjadi harapan besar bagi bangsa indonesia untuk memperbaiki bangsa dari keterpurukan yang sedang di alami sekarang ini, pesta demokrasi yang juga sebagai wadah keluar masuknya calon-calon elite partai diharapkan bisa memberikan perubahan untuk indonesia maupun daerah untuk 5 tahun kedepannya. Pra Pileg Manuver-manuver dan strategi politik semakin massif dilancarkan para elite politik, salah satunya yang sekarang menjadi trend masa kini dengan cara money politic, yaitu dengan membagi-bagikan uang kepada masyarakat dengan maksud untuk memikat hati masyarakat agar nanti ketika hari pencoblosan memilih dirinya, hal semacam ini pun disambut baik dan menjadi angin segar bagi calon pemilih, terbukti di beberapa daerah di indonesia money politic dijadikan alat yang ampuh untuk memikat hati para calon pemilih dari para calon wakil rakyat.
Padahal jika masyakarat mengerti akan pendidikan politik, uang yang diberikan dari para calon wakil rakyat ini tidak ada artinya, dibandingkan dengan kemajuan daerah untuk lima tahun kedepannya. Bayangkan saja, jika 1 suara dibayar dengan 250.000, artinya jika dibagi 5 tahun berarti pertahunnya masyarakat hanya dibayar 50 ribu, mengerucut lebih dalam 50. 000 dibagi 12 bulan berarti pemilik suara ini hanya dibayar Rp 4.166 rupiah, lalu jika dikalkulasi kedalam hitungan 30 hari pemilik hak suara ini hanya dihargai dengan 139 rupiah, dengan demikian harga diri pemilih yang dibayar 250.000 per 5 tahun ini lebih murah dari satu biji permen.
Tindakan Tegas
Pelanggaran dalam bentuk money politics telah di atur dalam Undang-undang Pemilu legislatif No. 10/2008 pasal 274 . Isinya, pelaksana kampanye yang dengan sengaja menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada peserta kampanye secara langsung ataupun tidak langsung agar tidak menggunakan haknya untuk memilih, atau memilih peserta pemilu tertentu, atau menggunakan haknya untuk memilih dengan cara tertentu sehingga surat suaranya tidak sah, dipidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan. selain itu, juga masih dikenai dengan paling sedikit Rp. 6.000.000 (enam juta rupiah) dan paling banyak Rp. 24.000.000 ( dua puluh empat juta rupiah).
Serta dalam kegiatan tersebut terancam pasal 84 ayat 1 UU No. 10 tahun 2008 tentang politik uang dengan ancaman maksimal 2 tahun penjara. Hal yang dilakukan oleh para caleg atau dan penjual suara bahkan pembeli suara di pasar politik sangat bertentangan sekali dengan peraturan yang ada, namun sampai saat ini pesta demokrasi telah usai belum ada tindakan yang signifikan dari pihak pelaksana pemilu terkait dengan pelanggaran- pelanggaran yang terjadi, bahkan hal semacam ini seakan-akan legal-legal saja.
Fenomena semacam ini jika dibiarkan akan sangat memperihatikan dan membudaya untuk kedepannya, hal semacam ini juga sebagai potret lemahnya pengetahuan masyarakat akan politik, masyarakat lebih cenderung beranggapan "saya akan memilih jika ada uang", tanpa melihat latar belakang dan visi misi yang jelas dari calon wakil rakyat. Apatisme masyakarat terhadap kemajuan pembangunan daerah menempatkan pada posisi daerah dalam keadaan mengkhawatirkan untuk kedepannya, karena jika calon wakil rakyat yang menggunakan uang sebagai alat merebut kursi untuk duduk menjadi anggota DPR, DPRD provinsi, DPRD kota/kabupaten terpilih, maka secara otomatis para calon wakil rakyat ini akan sibuk mengembalikan modal awal ketika kampanye. Peluang korupsi pun menjadi semakin terbuka lebar.
Dewasanya dari fenomena di atas, masyarakat sebagai calon konstituen harus lebih selektif dalam memilih calon wakil rakyat yang baik, memiliki moralitas dan bertanggung jawab, dengan harapan bisa membawa perubahan di lima tahun kedepan nantinya.
AGAM PRIMADI
(Kepala Devisi media & publikasi ISBA Yogyakarta)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar