“Luka Sang Bidadari” - PERS ISBA YOGYAKARTA

Breaking

PERS ISBA YOGYAKARTA

Lembaga Pers Pelajar & Mahasiswa Bangka

Blogroll

- Ads Banner here -

Minggu, 21 Agustus 2016

“Luka Sang Bidadari”

“Luka Sang Bidadari”
Karya: Rusdiyanto
Rusdiyanto
Sejak Nikita pergi tanpa memberikan alasan yang jelas, Memo mengalami trauma yang sangat mendalam. Badannya yang dulu tegap dan berisi, kini telihat kurus, kulitnya yang dulu kencang dan terawat, kini mulai kusam dan keriput dari usianya. Memo menjadi seorang yang pendiam. Mengurung dirinya dalam kamar yang berukuran 3x4.
Pagi, siang, dan malam ibunya selalu datang untuk mengantarkan makanan. Tapi makanan itu tak pernah ia makan. Sampai akhirnya, amarah ibunya pun meledak. “Sampai kapan kamu akan menyiksa dirimu seperti ini. Coba kamu lihat tubuhmu sekarang hanya tinggal tulang dan belulang. Lebih baik kamu bunuh diri, daripada menyusahkan ibumu yang sudah tua ini.” ucap ibunya kesal
Mendengar perkataan ibunya itu, air matapun menetes dari kelopak matanya. Ia baru sadar, jika selama ini dia telah menyiksa dirinya yang berlarut-larut dalam kesedihan.
Kokok ayam saling bersautan, matahari mulai terbangun, mengintip dari balik selimut, petanda pagi datang. Memo pun bangun dari tempat tidur, dan menuju kamar mandi. Selasai mandi, Memo yang sudah berdandan rapi mengenakan jas dan dasi hitam dilehernya pun pamit dengan ibunya.
“Bu, saya berangkat kerja dulu,” ucap Memo berpamitan. Mendengar suara anak sulungnya itu, ibu Memo pun tersenyum bahagia melihat anaknya sudah sembuh dari penyakit cinta yang menyiksa anaknya selama satu bulan.
Dengan menaiki motor tua kesayangannya, Memo pun bergegas berangkat menuju kantor tempat ia bekerja. Setibanya di kantor, Memo pun masih terbayang-bayang wajah Nikita kekasihnya dulu. Perlahan tapi pasti, kesibukan pekerjaan di kantor mampu membuat Memo melupakan semua memori kenangan indah bersama Nikita.
Setelah satu tahun sendiri. Di warung makan langgananya, Memo bertemu dengan wanita cantik bagai bidadari turun dari kayangan. Matanya berwarna coklat, bibirnya merekah bagai buah delima. Kulitnya putih mulus nan seksi, membuat Memo tak sadarkan diri. Mulut menganga, mata melotot, dan jangtung berdegup kencang tak beraturan.
Tak ingin kehilangan sang bidadari, Memo datang menghampiri. “Haiii... boleh kenalan?” tanya Memo sambil menjulurkan tangan yang bergetar. Dengan ramah dan penuh sunyum, wanita itu pun menjawab sambil menjabat tangan Memo. “Iya... mas boleh, aku Anggis. Nama masnya siapa?” tanya wanita tersebut. “Aaaaaku....Me...me. Memo,” sambil terbata Memo menyebut namanya, seakan tak percaya bisa bertemu bidadari cantik di warung makan.
Setelah perkenalan itu, keduanya saling berhubungan lewat telopon. Hingga suatu hari, Memo mengajak bertemu dan jalan berdua. Ditengah perjalanan, Memo menyatakan cinta kepada Anggis.
“Anggis...., meskipun baru kenal. Jujur aku jatuh hati padamu saat pertama melihatmu. Maukah kamu menjadi kekasihku Anggis? Tanya Memo. “Apa katamu tadi mas?” tanya Anggis seakan tak percaya. “Maukah kamu menjadi kekasihku?” Memo mengulangi pertanyaannya.
Dengan sedikit ragu, Anggis menerima cinta Memo. Sejak saat itu keduanya menjadi sepasang kekasih yang sedang dimabuk asmara. Kemana pun mereka selalu berdua, ibaratkan perangko yang tak bisa dipisahkan. Baru berpacaran dua bulan, Memo dan Anggis sepakat untuk menyatukan cinta mereka pada janji suci.
Memo dan ibunya datang kerumah Anggis untuk melamar sang pujaan hati. Kedua keluarga besar sepakat untuk segera melangsungkan pernikahan kedua anaknya Memo dan Anggis minggu depan.
Semua undangan sudah disebar kesemua keluarga dan teman-temannya. Tak ingin melupakan momen bahagianya, Memo dan Anggis menyiapkan pesta besar-besaran. Semua persiapan sudah selesai 85%.
Satu hari menjelang hari bahagia, Sabtu pagi tepat pukul 08.30 wib, Memo menjemput Anggis kerumahnya dan pergi ketempat rias pengatin untuk memilih baju yang akan digunakan dihari pernikahannya besok. Saat Memo sibuk memilih baju, Anggis pun menghampiri Memo sambil berbisik, “Mas besok kita akan menikah dan disaksikan orang banyak. Tapi maaf mas, aku sudah tidak perawan.”
Bagai disambar petir, Memo langsung melepas baju yang dipegang dan langsung menarik tangan Anggis keluar dari tempat rias pengatin tersebut. Sampai dirumah Anggis, Memo langsung bilang pada orang tua Anggis. “Saya kecewa sama Anggis pak, jadi pernikahan besok dibatalkan saja. Saya tidak mau keluarga saya malu.” Ketika itu juga Memo langsung pergi meninggalkan Anggis dan orang tuanya tanpa menjelaskan kekecewaannya pada Anggis.
Sambil menangis, Anggis langsung pergi dari hadapan ayahnya. Ibu Anggis pun jatuh pingsan ketika mendengar kalau pernikahan anaknya besok batal.

Catatan: Penulis mohon maaf jika terdapat kesamaan nama tokoh dengan pembaca.
Pesan: "Jangan mencintai seseorang hanya karna fisik ataupun kelebihannya saja. Tapi cintailah kekurangan dari pasangan kita. Karena cinta akan terasa sempurna ketika kita saling menutupi dan menerima kekurangan pasangan kita".

















Tidak ada komentar:

Posting Komentar