“Luka
Sang Bidadari”
Karya: Rusdiyanto
Rusdiyanto |
Sejak Nikita pergi tanpa memberikan
alasan yang jelas, Memo mengalami trauma yang sangat mendalam. Badannya yang
dulu tegap dan berisi, kini telihat kurus, kulitnya yang dulu kencang dan
terawat, kini mulai kusam dan keriput dari usianya. Memo menjadi seorang yang
pendiam. Mengurung dirinya dalam kamar yang berukuran 3x4.
Pagi, siang, dan malam
ibunya selalu datang untuk mengantarkan makanan. Tapi makanan itu tak pernah ia
makan. Sampai akhirnya, amarah ibunya pun meledak. “Sampai kapan kamu akan
menyiksa dirimu seperti ini. Coba kamu lihat tubuhmu sekarang hanya tinggal
tulang dan belulang. Lebih baik kamu bunuh diri, daripada menyusahkan ibumu
yang sudah tua ini.” ucap ibunya kesal
Mendengar perkataan
ibunya itu, air matapun menetes dari kelopak matanya. Ia baru sadar, jika
selama ini dia telah menyiksa dirinya yang berlarut-larut dalam kesedihan.
Kokok ayam saling
bersautan, matahari mulai terbangun, mengintip dari balik selimut, petanda pagi
datang. Memo pun bangun dari tempat tidur, dan menuju kamar mandi. Selasai
mandi, Memo yang sudah berdandan rapi mengenakan jas dan dasi hitam dilehernya
pun pamit dengan ibunya.
“Bu, saya berangkat
kerja dulu,” ucap Memo berpamitan. Mendengar suara anak sulungnya itu, ibu Memo pun tersenyum bahagia melihat anaknya sudah sembuh dari penyakit cinta yang
menyiksa anaknya selama satu bulan.
Dengan menaiki motor
tua kesayangannya, Memo pun bergegas berangkat menuju kantor tempat ia bekerja.
Setibanya di kantor, Memo pun masih terbayang-bayang wajah Nikita kekasihnya
dulu. Perlahan tapi pasti, kesibukan pekerjaan di kantor mampu membuat Memo melupakan semua memori kenangan indah bersama Nikita.
Setelah satu tahun
sendiri. Di warung makan langgananya, Memo bertemu dengan wanita cantik bagai
bidadari turun dari kayangan. Matanya berwarna coklat, bibirnya merekah bagai
buah delima. Kulitnya putih mulus nan seksi, membuat Memo tak sadarkan diri.
Mulut menganga, mata melotot, dan jangtung berdegup kencang tak beraturan.
Tak ingin kehilangan
sang bidadari, Memo datang menghampiri. “Haiii... boleh kenalan?” tanya Memo sambil menjulurkan tangan yang bergetar. Dengan ramah dan penuh sunyum, wanita
itu pun menjawab sambil menjabat tangan Memo. “Iya... mas boleh, aku Anggis.
Nama masnya siapa?” tanya wanita tersebut. “Aaaaaku....Me...me. Memo,”
sambil terbata Memo menyebut namanya, seakan tak percaya bisa bertemu bidadari
cantik di warung makan.
Setelah perkenalan itu,
keduanya saling berhubungan lewat telopon. Hingga suatu hari, Memo mengajak
bertemu dan jalan berdua. Ditengah perjalanan, Memo menyatakan cinta kepada
Anggis.
“Anggis...., meskipun
baru kenal. Jujur aku jatuh hati padamu saat pertama melihatmu. Maukah kamu
menjadi kekasihku Anggis? Tanya Memo. “Apa katamu tadi mas?” tanya Anggis
seakan tak percaya. “Maukah kamu menjadi kekasihku?” Memo mengulangi
pertanyaannya.
Dengan sedikit ragu,
Anggis menerima cinta Memo. Sejak saat itu keduanya menjadi sepasang kekasih
yang sedang dimabuk asmara. Kemana pun mereka selalu berdua, ibaratkan perangko
yang tak bisa dipisahkan. Baru berpacaran dua bulan, Memo dan Anggis sepakat
untuk menyatukan cinta mereka pada janji suci.
Memo dan ibunya datang
kerumah Anggis untuk melamar sang pujaan hati. Kedua keluarga besar sepakat
untuk segera melangsungkan pernikahan kedua anaknya Memo dan Anggis minggu
depan.
Semua undangan sudah
disebar kesemua keluarga dan teman-temannya. Tak ingin melupakan momen
bahagianya, Memo dan Anggis menyiapkan pesta besar-besaran. Semua persiapan
sudah selesai 85%.
Satu hari menjelang
hari bahagia, Sabtu pagi tepat pukul 08.30 wib, Memo menjemput Anggis
kerumahnya dan pergi ketempat rias pengatin untuk memilih baju yang akan
digunakan dihari pernikahannya besok. Saat Memo sibuk memilih baju, Anggis pun
menghampiri Memo sambil berbisik, “Mas besok kita akan menikah dan disaksikan
orang banyak. Tapi maaf mas, aku sudah tidak perawan.”
Bagai disambar petir,
Memo langsung melepas baju yang dipegang dan langsung menarik tangan Anggis
keluar dari tempat rias pengatin tersebut. Sampai dirumah Anggis, Memo langsung bilang pada orang tua Anggis. “Saya kecewa sama Anggis pak, jadi
pernikahan besok dibatalkan saja. Saya tidak mau keluarga saya malu.” Ketika
itu juga Memo langsung pergi meninggalkan Anggis dan orang tuanya tanpa
menjelaskan kekecewaannya pada Anggis.
Sambil menangis, Anggis
langsung pergi dari hadapan ayahnya. Ibu Anggis pun jatuh pingsan ketika
mendengar kalau pernikahan anaknya besok batal.
Catatan:
Penulis mohon maaf jika terdapat kesamaan
nama tokoh dengan pembaca.
Pesan: "Jangan mencintai seseorang hanya karna
fisik ataupun kelebihannya saja. Tapi cintailah kekurangan dari pasangan kita. Karena
cinta akan terasa sempurna ketika kita saling menutupi dan menerima kekurangan
pasangan kita".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar