Merokok,
Salahkah?
Oleh : Sepriyogi
Sepriyogi |
Layaknya
makanan, rokok juga mempunyai beberapa komposisi yang terkandung di dalamnya,
dan tak dipungkiri juga terkandung beberapa zat zat kimia yang berbahaya bagi
kesehatan tubuh. Beberapa bahan kimia rokok yang berbahaya seperti nikotin, tar, sianida, benzene, cadanium,
methanol, asetilena, ammonia, formaldehida, hydrogen sianida, arsenic, karbon
monoksida dan mungkin masih banyak esensi berbahaya yang belum diketahui.
Meskipun demikian hanya tar dan nikotin saja yang dicantumkan dalam kemasan rokok.
Menurut riset, 51,1% rakyat Indonesia
adalah perokok aktif tertinggi di Asia Tenggara dan sangat jauh berbeda jika kita bandingkan dengan
negara tetangga, misalnya persentasi perokok aktif di Brunei Darusalam hanya 0,06%
dan Kamboja sebesar 1,15%. Para ahli telah membuktikan dengan sejumlah riset
bahwa disamping mengakibatkan ketergantungan, rokok juga bisa menyebabkan
berbagai macam penyakit berbahaya.
Pada
saat ini banyak kita temukan para perokok aktif yang merokok di tempat umum,
padahal pemerintah telah menyerukan larangan dan bahaya rokok tersebut, di kemasan
rokok juga sudah tertera peringatan dan bahaya rokok. Tetapi para perokok aktif
seolah-olah tidak atau enggan memperdulikanya, bagi mereka kenikmatan menghisap
rokok jauh lebih besar dari pada dampak penyakit yang ditimbulkanya. Selain itu,
merokok juga dapat mengembalikan mood
yang buruk setelah beraktivitas sepanjang hari, para perokok juga bisa dengan
mudah bergaul dengan sesama perokok, atau dapat diartikan juga rokok dapat
mempererat tali persaudaraan antar sesama perokok, dan masih banyak lagi
keuntungan merokok. Hanya para perokoklah yang dapat menjelaskan keuntungan apa
saja yang mereka peroleh dari merokok tersebut dan bagi mereka yang tidak
merokok pastinya merasa terganggu dengan kegiatan merokok, apalagi asapnya.
Mereka pun pastinya setuju dengan larangan pemerintah tentang rokok. Beberapa bulan lalu telah menjadi perdebatan terkait dengan wacana
pemerintah yang akan menaikkan
harga rokok Rp 50.000/bungkus.
Bagi mereka yang tidak
merokok atau bukan perokok
pasti tidak terusik akan kebijakan
tersebut, dan
akan berada digaris terdepan untuk mendukung
keputusan pemerintah menaikan harga rokok dengan alasan untuk mengurangi masyarakat dari kecanduan rokok.
Dibalik
itu semua ada cerita atau pelajaran menarik yang dapat kita ambil dari rokok
itu sendiri, banyak orang di dunia ini yang menjadi perokok aktif. Tetapi
sangat sedikit yang menyadari bahwa ada ilmu sosial yang bisa kita petik dari
hal-hal sesederhana ini. Selain itu, sebelum menjadi rokok yang siap edar terdapat
jerih payah petani yang menanam merawat hingga memanen tembakau, kapas hingga
kertas yang menjadi bahan pokok dari rokok tersebut. Setelah itu, diproduksi
oleh kaum buruh yang bekerja di perusahaan rokok tersebut. Kalau berhubungan
dengan perusahaan, secara tak langsung pasti terselip keterkaitan dengan
pemerintah, dalam hal sederhananya untuk mengurus surat izin usaha saja harus
berhubungan dengan pemerintah. Hanya segelintir orang yang menyadari bahwa ada
struktur sosial di dalamnya. Secara garis besar, struktur sosial dalam bidang
ini dibagi menjadi dua yaitu kaum pekerja dan kaum menengah. Dalam hal ini kaum
pekerja adalah para petani dan para buruh, sedangkan kaum menengah adalah pemodal, penguasa ataupun pemerintah.
Sama halnya dengan industri lain yang ada di muka bumi ini.
Kita hanya disuguhkan dengan pengetahuan yang hanya memikirkan
dampak negatif dari rokok, padahal disisi lain kita bisa melihat dampak positif dari
adanya rokok, yaitu banyak orang yang menggantungkan
kehidupan kepada rokok itu sendiri, dalam hal ini para petani tembakau, kapas
serta kertas dan para buruh pabrik rokok sangat menggantungkan penghasilan dari
produksi rokok termasuk juga pemerintah yang mendapat pemasukan devisa negara
dari industri rokok. Bila diasumsikan bahwa kenaikan harga rokok benar-benar diterapkan,
maka banyak dampak fatal yang akan terjadi. Mungkin saja wacana tersebut bisa mengurangi persentase
jumlah perokok yang ada di negeri ini, akan tetapi jika jumlah perokok
berkurang secara tidak langsung jumlah produksi rokok akan menurun drastis dan
mengakibatkan perusahaan akan mengambil langkah tegas dengan mengurangi pekerja
yang ada di pabrik tersebut. Pastinya akan banyak buruh yang di PHK dan hal
ini berpengaruh pada angka pegangguran
bertambah yang dapat mengakibatkan tingkat kriminalitas semakin tinggi. Selain
itu resiko yang paling besar berdampak pada negara adalah menurunnya tingkat
kesejahteraan masyarakat.
Penulis :
Sepriyogi (Mahasiswa Universitas Widya Mataram Yogyakarta/Anggota ISBA
Yogyakarta)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar