ISLAM ADALAH UTUH, TIDAK PARSIAL - PERS ISBA YOGYAKARTA

Breaking

PERS ISBA YOGYAKARTA

Lembaga Pers Pelajar & Mahasiswa Bangka

Blogroll

- Ads Banner here -

Selasa, 14 Februari 2017

ISLAM ADALAH UTUH, TIDAK PARSIAL

ISLAM ADALAH UTUH, TIDAK PARSIAL
Oleh : Rahmat Sutandya Yudhanto Khaidar



Perbedaan dikalangan umat Islam merupakan rahmat asalkan umat Islam bisa mengambil hikmah-nya untuk dijadikan ibrah dalam mengkaji ajaran Islam yang universal. Sayang, perbedaan itu sering memicu pada konflik politik yang berkepanjangan dan memandekan konsep-konsep pemikiran yang kreatif-inovatif. Kemandekan pemikiran dikalangan umat Islam ini berakibat pada munculnya kelompok-kelompok yang membelot ajaran Islam yang penuh dengan konsep-konsep kemanusiaan dalam menuju masa depan yang cerah, menjadi agama yang sempit dan tidak bisa mengikuti perkembangan zaman. Munculnya fenomena semacam ini karena sebagian umat Islam suka merubah ajaran Islam dengan konsep pemikiran hasil karya manusia yang dianggap jenius. Sehingga ajaran Islam yang agung itu terkesan timpang dan terbelakang karena banyak dimasuki unsur budaya yang bisa merusak akidah dan iman seseorang. Kadang ada ajaran Islam yang dikurangi karena dianggap tidak sesuai dengan kondisi zaman yang serba teknologi canggih ini. Juga, ada sebagian umat Islam yang cenderung kepada faham-faham yang muncul dari dunia barat, dan mereka suka mengkritik umat Islam yang tidak mau maju dan sejajar dengan umat lainnya, dan mereka menawarkan perlunya umat Islam mengerti dan mengikuti faham sekularisme.

ISLAM menolak persepsi yang parsial dalam memandang Islam. Sebab dalam Islam diperintahkan agar masuk Islam secara kaffah (totalitas-red). Memang pernah terjadi dimana orang-orang Yahudi hendak masuk Islam, namun mereka menwarkan bagaiman sekiranya mereka diperkenankan berpegang teguh sebagian ajaran-ajaran agama Yahudi, semisalnya mereka diperbolehkan mengadakan peringatan ritual hari besar pada hari Sabtu yang dirayakan besar-besaran oleh pemeluk agama Yahudi.

Hal ini tentu saja ditolak oleh Al-Quran, bahkan dalam Al-Quran menyatakan secara tegas, jika anda berkeinginan masuk agama Islam, maka mau tidak mau anda harus berlapang dada untuk menerima peraturan atau perundang-undangan yang disyari’atkan Islam secara utuh, sebagaimana yang difirmankan Allah SWT. dalam Al-Quran, “Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu kedalam Islam secara keseluruhan. Dan jangan kamu mengikuti langkah-langkah syetan”. (QS. 2: 208). Juga Allah SWT. memperingatkan kepada Rasul-Nya melalui firman-firman-Nya, “Dan hendaklah kamu memutuskan perkara diantara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan jangan kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu”. (QS. 5: 49).

Karena itu, Islam sama sekali tidak bisa menerima ucapan yang mengatakan, “Kami mengambil paling banyak 50% ajaran dari Islam, dan meninggalkan sebagian yang lain”. Islam yang kita yakini ini adalah merupakan satu kesatuan ajaran yang sifatnya konfrehensif. Bisa diumpakan seorang dokter menasehati pasiennya agar minum obat sebelum dan sesudah makan, dan dilarang makan jenis makanan tertentu. Jika ternyata si pasien hanya melakukan salah satu dari semua yang dianjurkan dokter, berarti dia melanggar nasehat dokter. Maka tidak ada manfaatnya dia berobat, bahkan kemungkinan besar bisa membahayakan dirinya sendiri karena terapi yang dilakukan dokter tersebut merupakan satu rangkaian dan kesatuan yang saling terkait dan harus dipatuhi.

Pandangan kacamata penulis, bahwa Islam adalah Islam yang ajarannya merupakan satu kesatuan. Mengambil ajaran Islam secara totalitas, tidak menambah-nambahi dan tidak pula menguranginya. Tidak bisa mengambil sebagian ajarannya dan mengabaikan sebagian yang lain. Kesalahan umat Islam pada zaman modern ini sehingga berada dalam kejumudan atau kemunduran diberbagai bidang kehidupan karena mereka berpegang kepada sebagian ajaran Islam yang benar-benar dianggap perintah Islam dengan catatan sesuai dengan keinginan dan kehendaknya, namun meninggalkan sebagian lainnya sekiranya memberatkan dan dianggap kurang dengan perkembangan zaman.

Pemahaman semacam ini bagaikan persepsi orang buta ketika berhadapan dengan binatang gajah dan diminta komentarnya tentang binatang tersebut. Cerita ini diangkat oleh Imam Al-Ghazali. Al-Ghazali mengisahkan bahwa ada sekelompok orang buta menemukan seekor gajah. Sebagian mereka ada yang memegang jari-jemarinya, dia tanyakan, “Apa komentar anda tentang gajah yang baru anda pegang?”. Dia menjawab, “ Gajah adalah binatang melata yang jari jemarinya sangat besar”. Yang memegang perut berkomentar, “Gajah adalah binatang melata yang tubuhnya sangat besar”. Yang memegang belalai gajah berkomentar lain, “Gajah adalah binatang melata yang mempunyai belalai sangat panjang”.

Sebagaimana kita ketahui bahwa binatang gajah bukan hanya terdiri dari jari-jemari, atau terdiri dari perut saja, dan juga bukan terdiri dari belalainya belaka. Akan tetapi, binatang gajah merupakan satu kesatuan dari semua bagian yang disebut diatas. Demikian juga tentang ajaran Islam, apabila ada beberapa orang yang berpegang kepada secuil ajaran yang terdapat dalam Islam, mereka mengatakan “Inilah Islam yang kami pegang”. Yang lain mengatakan, “Inilah Islam yang benar”, padahal mereka berpegang pada sebagian ajaran yang dianggap cocok pada dirinya. Kelompok-kelompok seperti ini yang bertebaran di berbagai tempat sama-sama mengkalim bahwa tindakan dan sikapnya sudah benar-benar Islami.

Islam adalah agama yang sempurna mencakup aspek-aspek akidah, ibadah, akhlak, nilai-nilai, undang-undang, dan muamalah. Karena itu, Islam merupakan satu kesatuan ajaran yang utuh dan tidak mengenal pembagian yang bersifat parsial. Jadi, umat Islam dituntut memahami Islam dengan pemahaman dan interprestasi yang benar, bahkan pemahaman itu harus diimplementasikan kedalam pergaulan hidup sehari-hari. Umat Islam pun dituntut agar bisa memahami Islam secara universal dan jangan sampai mempunyai pemahaman terhadap Islam secara sepotong-potong.

Sering kita saksikan umat Islam yang mengaku sebagai orang Islam hanya jika berada di masjid saja, namun begitu mereka keluar masjid maka berubahlah sikap mereka dan menjadi manusia yang terlepas kontrol dari nilai-nilai Islam. Mereka menjadi muslim “sejati” dikala bulan Ramadhan, namun setelah bulan Ramadhan berakhir maka sikap dan perilaku mereka jauh dari nilai-nilai Islami. Demikian juga berlaku bagi kaum muslimah. Pada setiap bulan Ramadhan, mereka rajin mengerjakan ibadah puasa dan berbondong-bondong memakai mukena menuju masjid untuk mengerjakan shalat Isya dan Tarawih. Namun setelah usai bulan Ramadhan, apabila mereka meninggalkan rumahnya menuju suatu tempat tertentu, kepala mereka terbuka dan tidak lepas memamerkan pahanya, karena Islam yang kita kehendaki adalah Islam yang universal dan komprehensif, maka tidak diperbolehkan setiap pemeluknya (tidak terkecuali siapapun) berhak mengurangi dan menambahi baik dari segi pemahaman maupun aplikasinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar